Blog Posts
Pernyataan resmi tentang kelanjutan Skripsi saya.
Sesuai dengan tema tahunan saya untuk 2023 (yaitu, "menjadi pribadi yang apa adanya"), saya percaya keterbukaan informasi adalah salah satu faktor penting agar saya dapat berhasil di dalam kelulusan ini. Dan setelah melihat dan mempelajari situasi pada beberapa minggu terakhir, saya harus terbuka untuk menyatakan bahwa saya tidak bisa menyelesaikan penyusunan Skripsi saya pada Semester ini, yang kebetulan deadline-nya hari ini. Di satu sisi, hal ini mengecewakan bagi saya dan orang tua saya. Selain akhirnya kami tetap wajib untuk membayar biaya BP3, saya akan dianggap gagal secara sistem/prosedur untuk menyelesaikan semua ini dalam 3,5 tahun. Namun, ada beberapa alasan penting yang perlu untuk saya bahas di sini. Pertama-tama, memang proses penulisan Skripsinya belum selesai. Dan karena banyak orang masih bertanya-tanya "kapan Skripsinya selesai" ke saya, saya memutuskan untuk mendokumentasikan progress tersebut ke dalam situs https://skripsi.reinhart1010.id. Mulai hari ini, saya memutuskan untuk memasukkan progress penyusunan Skripsi hingga level subsubsubsubbab, meskipun saya tidak menjabarkan semuanya untuk kepentingan pencegahan plagiarisme. Anda juga dapat melihat keseluruhan progress pengembangan dan pengumpulan aplikasi di bagian bawah website tersebut. Kedua, saya juga sempat mengalami berbagai kesalahan dalam segi planning dan komunikasi. Waktu itu saya tertarik untuk memilih Skripsi jalur publikasi artikel ilmiah, namun salah mendaftar ke Skripsi jalur umum (yang ada sidangnya) karena miskomunikasi dengan beberapa orang di dalam fakultas School of Computer Science. Saya akhirnya memaklumi semua kesalahan miskomunikasi tersebut, dan tidak menjadikannya alasan untuk mengeluh atau bermalas-malasan dalam menjalani jalur ini. Kemudian, saya juga perlu membahas soal target IPK final yang sedang saya kejar. Selama ini saya berhasil meraih IPK sebesar 3.90, yang meski kelihatannya sudah sangat tinggi, namun masih tergolong sebagai Magna Cum Laude karena Summa Cum Laude di BINUS hanya dihargai bagi mereka yang memiliki IPK 3.91 ke atas. Tipis sekali kan? Jika saya berhasil menyelesaikan Enrichment Program ini dengan nilai A, namun untuk Skripsinya A- (dengan bobot 3.67 bukan 4.00), saya masih tidak bisa untuk mengejar 3.91. Di sini, saya harus mengejar nilai A pada kedua tugas tersebut untuk dapat meraih 3.91. (Skripsi: MOBI6024, Enrichment Program Semester 2: RSCH6107, RSCH6260, RSCH6268) Dan terakhir, setelah melihat dan membantu teman-teman saya yang sama-sama menyusun Skripsi tentang pengembangan aplikasi mobile, saya menyadari bahwa kualitas aplikasi yang sedang saya buat itu jauh lebih tinggi daripada kebanyakan dari mereka. Mungkin bisa sampai tiga kali lipatnya dalam segi UI/UX, fungsionalitasnya (validasi form dll.), dan dokumentasinya. Akhir kata, saya bisa lega karena saya bisa meluangkan waktu yang lebih banyak untuk menyelesaikan Skripsi ini. Jika memungkinkan, saya juga akan memperkuat bagian pengujian dan evaluasi aplikasinya. Semua ini saya lakukan agar saya bisa lulus secara excellent, tidak hanya secara cepat.
UMKM vs Investor: Startup digital tidak bisa mengabdi kepada dua tuan.

Udah mau setahun nih, apa kabar Leslar Metaverse?

Custom fonts for Misskey!

Twitter-active Cupertino productivity fan name needed!

Selamat tinggal WFO 9-to-5!
Minggu depan adalah minggu terakhir saya akan bekerja 9-to-5. Dan akhirnya saya bisa bebas. Yey! Kebiasaan yang akhirnya bisa saya tinggalkan itu membuat saya berpikir untuk dapat bekerja di luar jam kerja tersebut. Dan terlebih lagi, bukan perdebatan sekedar Work From Office (WFO) vs Work From Home (WFH). Tapi Work From Anywhere (WFA) dan lebih lagi, Work From Anywhere, Anytime (WFA+). Untuk bisa mencapai WFA+, sudah jelas saya harus berpikir untuk bekerja secara non-konvensional, meskipun sama-sama di dalam industri IT. Ini yang akan menjadi misi selanjutnya yang akan saya tempuh sebelum lulus kuliah.
A "code, not content" clarification.
A few weeks ago I asked every developer to stop and focus on writing quality code, not quality content. And it may be ironic that we instead posted new blog posts at this site every day. So, to reassure some of my readers on this site: I'm not actively coding, yet. That's partly because I have some more paperwork to do for my CS bachelor thesis. I do consider writing these blogs, which does not always have to be about programming, as a personal exercise to keep my mind warmed up when I'm taking some break from continuing my thesis. I'll very likely to return to code mid-February, preparing some initial work for the new Teropong "Fediverse API client" and another new app for one of my communities. That said, we have prepared many awesome things, just like last month, to put inside our next Site and Infrastructure Updates which primarily covers Reinhart Maps and some internal server improvements. Stay tuned for more announcement, projects, and of course, more piece of code!
Membela DEV-C++
https://twitter.com/lynxluna/status/1619905514279948288?s=20&t=dZEzElWym8Og7ZCAMCtrgg Sebenarnya, ada beberapa alasan mengapa banyak masih banyak kampus yang menggunakan DEV-C++. Meskipun kelihatanya sudah jadul. IDE adalah singkatan dari "Integrated Developer Environment", alias aplikasi khusus untuk membantu kamu membangun program dengan mudah dan cepat. 1. DEV-C++ masih bagus untuk dasar-dasar pemrograman dan competitive programming. Pertama-tama, beberapa universitas mengajarkan bahasa C hanya untuk mengenal dasar-dasar pemrograman dan untuk mengajar competitive programming. Di Universitas Bina Nusantara, misalnya, soal-soal ujian untuk mata kuliah COMP6047 - Algorithm and Programming dan COMP6048 - Data Structures sendiri adalah murni soal competitive programming. Apalagi untuk mata kuliah berikutnya, COMP6049 - Algorithm Design and Analysis, setiap mahasiswa diwajibkan untuk mengikuti kontes pemrograman tahunan ICPC Indonesia National Competition (INC) sebagai salah satu syarat kelulusan dari mata kuliah tersebut. Berbicara soal competitive programming... Beberapa kontes pemrograman termasuk ICPC melarang setiap peserta untuk menggunakan fitur code suggestion dan code completion seperti IntelliSense di Visual Studio dan Visual Studio Code. Ada juga yang mengatakan bahwa salah satu tujuan mahasiswa diajarkan untuk memakai DEV-C++ adalah agar mereka terbiasa untuk tidak menggunakan fitur tersebut, apalagi dalam kontes-kontes pemrograman. 2. DEV-C++ masih mudah dipasang. Kedua, memang DEV-C++ adalah salah satu IDE yang sangat mudah untuk dipasang. Hanya unduh dan klik instal. Berbeda dengan Microsoft Visual Studio (bukan Visual Studio Code) yang membutuhkan puluhan GB untuk dapat dipasang dengan benar, karena Visual Studio juga memasukkan berbai SDK yng diperlukan untuk membangun aplikasi yang berjalan di perangkat Windows. Dengan DEV-C++, Anda juga tidak perlu untuk memasang compiler secara manual, seperti Clang dan GCC serta menggunakan environment tertentu seperti MinGW, Cygwin, ataupun WSL. 🍎🐧 Bagaimana dengan pengguna macOS dan Linux? Pada waktu itu, saat saya masih cinta-cintanya dengan Linux, saya akhirnya memakai IDE yang mirip dengan DEV-C++. Yaitu Geany. Tampilannya juga sesederhana DEV-C++, dan saya seringkali berpindah IDE antara DEV-C++ di kampus dan Geany di rumah. Geany sendiri sebenarnya juga sudah tersedia di Windows dan macOS, dan bagusnya Geany juga bisa mendukung bahasa pemrograman lainnya seperti Python. 3. DEV-C++ juga mengingatkan bahwa tidak semua IDE itu seindah Visual Studio Code, produk JetBrains, dan Xcode. (Pengguna Vim dan Neovim minggir dulu...) Tidak semua IDE punya tampilan yang bagus. Beberapa codefluencer (atau yang saya sebut sebagai "Recycled Developers") di Twitter pasti merekomendasikan entah VS Code ataupun produk JetBrains (IntellIJ, PHPStorm, PyCharm, WebStorm, dsb.) dengan tampilan yang modern dan lebih familiar kepada kebanyakan pengguna. Tapi, jangan salah. Jika kamu sedang menimba ilmu menjadi enterprise software engineer untuk aplikasi desktop/PC, ada kalanya di mana kamu harus berhadapan dengan IDE-IDE jadul ini karena perusahaanmu telah bertahan menggunakan SDK dan framework jadul yang sudah tidak di-update bertahun-tahun. Saya tahu, membangun enterprise software ini tidak semudah membangun startup aplikasi mobile yang bisa mengadopsi teknologi-teknologi terkini. Tidak semua IDE seindah itu. Dan DEV-C++ adalah salah satunya, seperti tidak bisa move on dari tampilan era Windows 95.
Should developers generalize or specialize?
The skill and career journey I've adopted so far is the diamond approach: As a beginner, it's okay to specialize on one thing before moving to others. But specialization should have its limits. I started myself in late-2013 as a (HTML and CSS) web developer, learned more about the DOM, and responsive design, before generalizing myself to use more and more web libraries and frameworks. Getting yourself in either generalization's or specialization's comfort zone is risky, because: Generalization could mean that you've tried all of these technologies but still have little average experience on these, and Example: I've learned today's great web frameworks (React, Vue, Svelte, CodeIgniter, Laravel, etc.) but I still don't understand how to optimize my apps created by each framework Specialization contains a risk of working with aging pieces of tech Example: I'm doomed as a desktop app/program developer; people are care those smartphones and tablets when I can just make Java-based desktop programs. This diamond approach is indeed a repeating pattern. After re-specializing yourself from generalization, you'll need to re-generalize again before specializing on another one. This is great because one day, you'll become a generalist who also specializing on each fields. Or in other words, a multiple-T-shaped developer, or even a comb-shaped one. You can learn new, emerging things very quickly due to your past, specialized experiences. And you'll be different to those who just either want to stick with one or two languages/frameworks or just want to learn as many things as possible.