Blog posts from Web3 (#web3)
Peringatan bagi "Industri 4.0 vs Web 3.0" di Indonesia.
Pada tahun 2019, tepat saat saya mengerjakan tugas GSLC (Guided Self Learning Class) pertama dalam mata kuliah Character Building: Pancasila, saya menulis salah satu reply forum terpanjang pada BINUSMAYA (sistem informasi akademik dan manajemen pembelajaran Universitas Bina Nusantara) yang membahas tentang ancaman "Web 3.0" pada keutuhan Pancasila. Artikel itu akhirnya saya revisi dua tahun kemudian. Dan kini, saya mulai melihat kehancuran para aplikasi penengah dengan munculnya berbagai isu dari JD.ID, Moladin, HappyFresh, sampai GoTo "kebanggaan bangsa". Anda bisa tanya akun kucing yang satu itu untuk informasi lengkapnya. Tampilan screenshot asli pada situs BINUSMAYA Sebelum berkuliah di Universitas Bina Nusantara, saya sebenarnya sudah cukup memahami perkembangan dunia Internet Terdesentralisasi, pemanfaatan blockchain serta mata uang kripto. Bahkan, saat ini Anda sudah dapat berinteraksi dengan situs blog ini melalui Webmentions dan kami sudah membuka kanal Fediverse/ActivityPub resmi sehingga Anda dapat langsung mem-follow saya hanya dengan mencari username @[email protected] pada situs Mastodon dan sebagainya. Kali ini, saya ingin mengingatkan kembali bahwa ada niat politik dan ideologi di balik semua rencana ini, baik Bitcoin, Ethereum, IPFS, Mastodon, ActivityPub, Solid, dan hampir semuanya. Bahkan, di dalam dunia pengembangan Fediverse sendiri, tim pengembang Pleroma sempat terpecah karena peperangan ideologi tersebut. Teknologi dan sistem ini kini semakin digenjot atas kekhawatiran segelintir orang terhadap para pemerintah dan korporat penguasa internet hari-hari ini, yang memengaruhi kebebasan berekspresi dan keamanan data dalam internet di seluruh dunia. Bahkan di Indonesia sendiri, ada saja yang mengkritisi langkah-langkah pemerintah terhadap kebijakan internet yang cukup kontroversial. Ingat kasus pemutusan internet di Papua dengan alasan "untuk menghindari penyebaran hoaks di media sosial"? 1. Adanya rencana balas dendam kooperatif atas komersialisasi dan korporasi internet hari-hari ini Pada tahun 2018, seseorang merilis buku berjudul "Life After Google" yang secara singkat menyatakan bahwa Google (dan perusahaan-perusahaan serupa) akan gagal secara sistematis, dan kegagalan tersebut meliputi masalah dari potensi celah keamanan siber hingga pandangan dan etika terhadap Big Data dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence). Namun, kelemahan-kelemahan sistematis tersebut kini secara lahan-perlahan digantikan dengan sistem terdesentralisasi layaknya mata uang kripto saat ini. Dan kira-kira pada tahun yang sama, kasus keamanan siber dan perlindungan data semakin marak. Ada yang ingat kasus Facebook dengan Cambridge Analytica? Bahkan ada yang ingat suatu momen di mana Anda sering mendapatkan email "pembaharuan Kebijakan Privasi" dalam sebulan hanya karena adanya pemberlakuan aturan GDPR? Atau adakah yang pernah menyadari bahwa mayoritas perusahaan-perusahaan teknologi besar itu berasal dari satu negara yang sama: Amerika Serikat? Siapa yang geram di sini? Uni Eropa sepertinya menjadi salah satu juara dengan menuntut dan mendenda banyak perusahaan teknologi asal Amerika Serikat dengan dua tameng: "perlindungan data pribadi" dan "persaingan tidak wajar" (monopoli). China pun tak ingin ketinggalan dengan mulai membuat replika atas produk, layanan, dan perusahaan-perusahaan tersebut di negaranya sendiri. Bahkan, kini aplikasi populer seperti TikTok dan Genshin Impact itu orisinil berasal dari satu negara yang sama: China. Kalau Indonesia? Saya masih ragu apakah pemerintah di sini benar-benar memahami kasusnya. Bahkan dulu Kemkominfo sempat menyatakan merekalah yang merupakan salah satu penggerak di balik pembatasan jumlah forward pada aplikasi WhatsApp. Sedikit kutipan dari situs Liputan6: Ini adalah upaya bersama antara WhatsApp dengan pemerintah dari 4-5 negara, termasuk Indonesia, karena di negara-negara tersebut viralitas hoaksnya harus segera ditangani. Dan Indonesia masuk ke negara yang jadi prioritas, https://www.liputan6.com/tekno/read/3876635/mulai-hari-ini-forward-pesan-whatsapp-cuma-bisa-5-kali Coba kalau situs https://reinhart1010.id ini sudah ada sejak tahun 2019, mungkin saya akan buat headline sebagai berikut: Jadi yang buat aplikasi WhatsApp itu Facebook atau Kemkominfo? Masalah-masalah seperti inilah yang sebenarnya mulai menggerakkan sebuah rencana kooperatif, saya bilang ini Master Plan, untuk memecah-mecahkan kekuasaan internet dari tangan perusahaan dan pemerintah, termasuk pemerintah Indonesia, ke "tangan" yang lebih kecil. "Tangan" yang saya maksud ini bisa berupa perusahaan-perusahaan kecil, organisasi-organisasi nirlaba, dan bahkan, siapa tahu saya juga bisa moengoperasikannya sendiri. 2a. Masalah "1000 Startup Digital" Tahun 2019 juga menjadi tahun di mana saya mengetahui tentang gerakan 1000 Startup Digital yang digaungkan oleh pemerintah Indonesia. Tujuannya adalah: membangun generasi startup digital ala Traveloka, Tiket.com, Gojek, Qlue, Tokopedia, dan sebagainya. Saya melihat bahwa para startup ini masih berupaya untuk mendatangkan Web 2.0 di Indonesia, khususnya masalah ekosistem O2O (online-to-offline, atau sebaliknya) yang juga sempat digaungkan oleh perusahaan kompetitor seperti Grab. Dan pemerintah sendiri mengharapkan bahwa perusahaan-perusahaan terebut kelak akan berkembang pesat seperti Gojek yang kini mulai beroperasi di luar Indonesia. Namun, menurut saya ada konsekuensi yang harus ditanggung oleh Indonesia jika perkembangan perusahaan-perusahaan tersebut tidak dikontrol dengan baik, seperti proyeksi saya tentang Tokopedia dan Amazon pada tahun 2019. 2b. Tokopedia di masa depan adalah Amazon di masa kini (2019)? Sebelum muncul kabar merger antara Tokopedia dengan Gojek pada tahun 2021, saya sendiri telah memprediksi bahwa Tokopedia akan melakukan diversifikasi usaha layaknya Amazon pada hari-hari ini. Selain layanan e-commerce, Amazon juga kini berperan penting pada infrastruktur situs dan aplikasi pada internet berkat layanan Amazon Web Services, layanan pengantaran yang juga terintegrasi pada sistem e-commercenya, sistem smart home yang cukup terintegrasi dan hebat, dan sebagainya. Memang apa sih yang salah dengan Amazon, atau Tokopedia yang saya proyeksikan di masa depan? Amazon kini masuk ke dalam daftar lima perusahaan yang ditargetkan untuk "dibumihanguskan" oleh segelintir orang, kelompok, dan bahkan organisasi yang tak menyukai Google tersebut, yaitu GAFAM: Google, Amazon, Facebook, Apple, dan Microsoft Mungkin Anda juga pernah mendengar bahwa Amazon juga masuk ke dalam daftar lain yaitu FAANG: Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Google FAANG dan GAFAM adalah dua hal yang berbeda. Jika FAANG mendeskripsikan daftar perusahaan yang sering diidam-idamkan oleh para penggiat pengembang software untuk bekerja di (salah satu perusahaan di) sana, GAFAM mendeskripsikan daftar perusahaan yang terlibat dalam oligarki besar di dalam dunia maya dan internet. 2c. "1000 Startup Digital" belum tentu akan bertahan pada era web3! Salah satu tujuan yang diharapkan dari web3 ini adalah untuk memecah-mecahkan kekuasaan oligarki tersebut, dari sentralisasi menuju desentralisasi. Sebagai contoh, Siapapun kini dapat menguasai Bitcoin, tapi siapapun sulit untuk menguasai Bitcoin secara keseluruhan. Mungkin di sini Anda bertanya, bagaimana caranya untuk menguasai Bitcoin? Apakah dengan membeli sahamnya? Atau menjadi anggota di balik perusahaan atau organisasi di balik Bitcoin? Bahkan sampai saat ini masih belum ada yang tahu pasti siapa sosok Satoshi Nakamoto itu. Bagaimana caranya kalian bisa "punya" Bitcoin kalau tidak pernah ketemu langsung dengan si Satoshi? Tapi memang, siapapun kini bisa menguasai Bitcoin, karena Bitcoin merupakan sebuah sistem pembayaran yang terdesentralisasi. Mulai dari membuat akun wallet baru, Anda sendiri sudah memilikinya. Apalagi jika Anda terlibat langsung dengan proses mining-nya, Anda secara otomatis juga terlibat untuk memiliki dan mengembangkan jaringan ledger transaksi pada Bitcoin. Tapi kalau Anda ingin menguasainya secara keseluruhan, Anda harus bersikeras untuk mengambil alih semua infrastruktur dari sistem Bitcoin yang kini sudah tersebar di berbagai tempat dan oleh berbagai orang. Web Terdesentralisasi ini ibaratnya sama bila saham dari Bank BCA sepenuhnya (100%) dimiliki oleh masyarakat yang membelinya dari Bursa Efek Indonesia. Anda masih bisa buka rekening, masih bisa bertransaksi, masih bisa beli sahamnya, dan bahkan masih bisa menjadi direktur utamanya. Tetapi untuk mempertahankan posisi Anda sebagai direktur utama tersebut, Anda harus meyakinkan jutaan masyarakat Indonesia yang telah membeli saham tersebut untuk tetap memilih Anda pada Rapat Umum Pemegang Saham berikutnya. Rapat pemilihan direktur seakan-akan berubah menjadi Pemilihan Umum. Jadi bisa dibayangkan jika web3 masuk ke Indonesia, misalnya dalam bentuk aplikasi ojek online yang terdesentralisasi. Saya yakin para pangkalan ojek tradisional akan kembali menikmati kejayaannya dengan melakukan federasi terhadap pangkalan-pangkalan lain yang bergabung pada aplikasi yang sama. Apalagi kalau pasar dan ekonomi di dalam aplikasi ini sulit untuk dikuasai sepenuhnya oleh satu atau dua perusahaan saja seperti Gojek dan Grab. Perusahaan-perusahaan yang dulu dinyatakan membawa disrupsi terhadap Indonesia, kini malah terancam terdisrupsi balik oleh desentralisasi kekuasaan internet. Apalagi jika tarif aplikasi ini ternyata lebih murah daripada aplikasi sebelah meskipun kerap dihiasi dengan promo-promo menarik. Saya sendiri cukup khawatir jika kasus-kasus serupa juga terjadi dengan startup lainnya, kebijakan, dan bahkan kebudayaan masyarakat di Indonesia. Misalnya, munculnya aplikasi streaming film berbasis NFT yang dapat mengubah persepsi Indonesia terhadap Hak Cipta. Atau adanya sebuah aplikasi media sosial yang menggunakan IPFS sehingga konten-konten negatif tidak akan mudah untuk dihapus. Saya mendengar bahwa pemerintah India kini mulai gentar dengan adanya masalah tersebut, dan mulai menerapkan peraturan seperti hukuman pidana atas pengunduh konten via BitTorrent, padahal belum tentu semua konten yang disebar via BitTorrent mengandung hal-hal yang melanggar Hak Cipta, seperti mengunduh file ISO untuk pemasangan sistem operasi Ubuntu yang BOLEH didistribusikan di bawah lisensi GPL versi 2 atau 3. Mayoritas masyarakat Indonesia tidak akan peduli soal ini. Pada jawaban tersebut saya menyatakan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia tidak akan peduli terhadap kasus seperti ini, karena mereka sendiri telah terobsesi pada dunia media sosial yang diciptakan oleh perusahaan-perusahaan tersebut. Saya melihat hal tersebut masih relevan saat ini, bahkan semakin diperkuat dengan munculnya hal-hal baru seperti TikTok yang semakin kini semakin viral. Kira-kira, apa yang akan mereka peduli pada masa depan? Saya yakin mereka masih belum move on dari isu SARA dan politik, trending topic, sinetron, konten viral, hoaks, dan seterusnya main TikTok terus-terusan sambil haus dan lapar akan pendapatan AdSense. Kembali lagi ke slideshow materi sharing Connect Group saya dua minggu yang lalu: Ya ujung-ujungnya itu dan itu lagi. Kalau kebiasaan masyarakatnya masih begitu, kapan Indonesia bisa maju?
There's no such thing as true decentralization.
And yes, I'm also talking to those Web3 guys, the Fediverse, and those who still prefer to stick in Web2 CRUD practicists. Decentralization might be your goal, but, philosophically, there wouldn't be decentralization without centralization. Sure, that decentralized vision of Web3 wouldn't come (or catalyzed) by the so-called centralization of the Internet. But the truth is, there are still many NFT, cryptocurrency, as well as Web3 communities who often gathers around Discord, which is clearly a Web2 application, not Web3. Literally all of the Bored Ape Yacht Club's official communication channels are based on Web2, instead of Web3. Actually, there's a great explanation on why these "dreamers of decentralization" decided to go with Discord. No, not from the perspectives of Web3 fans, but all the Web1 fans over the Yesterweb community! Self-hosted/decentralized/open-sourced apps are awesome, but they have two primary problems for community-building: The first problem is two-fold: the level of complexity for both the administrator and the users. The second problem is that many ‘decentralized’ apps in particular have garnered a widespread reputation for hate speech. In many of these spaces (IRC included), “free speech” becomes synonymous with “hate speech”. It’s no surprise that one would be reluctant to associate themselves (especially a community) with that kind of reputation. Why Discord? - https://yesterweb.org/p/why-discord.html And additionally, if you're dealing with Web3 apps, every single post, as recorded on the so-called "blockchain", is expensive. You don't want your fans to lose the hype just because your flaming posts are still waiting for approval inside that long Ethereum transaction queue. So you decided to go with Discord, a well-known Web2 app with millions of users. Their company profile explicitly mentions their intentions to be the center of Internet communities, or even the Internet as a whole. Discord is used by everyone from local hiking clubs, to art communities, to study groups. Discord has millions of people creating places for their friends and communities, talking for upwards of 4 hours per day on the platform. Discord is now where the world talks, hangs out, and builds relationships. Discord lets anyone create a space to find belonging—just like it did for Jason and Stan. About Discord - https://discord.com/company So you decided to go with Discord, and so, you decided for centralization to jeopardize your decentralization movement. In an alternate universe... Alright, so, what if the future of the web isn't Web3, but Web 3.0? The confusion in naming has recently led Tim Berners-Lee, the original creator of the World Wide Web (WWW), to kindly ask the public to throw Web3 away as his earlier vision of the same-decentralized-energy of Web 3.0 travels the completely different way than the world of blockchains and transactions. And monkeys, too. This movement could also be supported with a few number of initiatives, including the Yesterweb community I've mentioned earlier, IndieWeb, the Fediverse community I've engaged recently and so. But even if we assumed that the world today had been successfully upgraded to Web 3.0, we can still see traces of centralization from two critical things: The centralization of protocols, just like how HTTP dethrone Gopher back then to excel in deliverance of hypertext documents, as well as The (scarier) centralization of Internet infrastructure, whether be it your Internet service providers (ISPs), like, what if 65% of the world's Mastodon servers are actually hosted on AWS or housed on Comcast's residential networks? The true essence of decentralized web can only be done in peer-to-peer contexts, with completely no trust and no control between web peers. If environmental claims against cryptocurrencies are getting stronger each time, well, it's just the beginning. Relying the web into P2P will just make it worse as well as inefficient for people to benefit from the web. My spiritual beliefs. I spiritually agree that decentralization is nothing without centralization. But even more than that, centralization, it is indeed, God's will. I've hold this religious belief from the perspective of a person who recognizes God as one central spiritual deity (which means, no gods or goddesses or so). The reason why those hated "Big Tech" corporations exist is all related to power and greed, abused with the God's almighty powers of centralization. My beliefs have taught me to defeat centralization with centralization, just like an eye for an eye, and a hand for a hand. After all, the world is currently divided into two largest centralized forces and entities: the good, as well as the evil. I believe that God of the good wants the world instead to centralize, but distributed, in sharing His goodness to all of the people. This is why, in all my life, beyond all of the activities of the Internet, I'm getting involved in centralization of people and life, more and more each day. That still does not mean I'll be avoiding all of the Web3 and Web 3.0 buzz for the sake of holiness. But when it comes into debating whether (re)decentralization is necessary for the Internet, well, this is my stance on them. And I'll still support both centralization and decentralization to centralize myself to the good.