Blog posts from BINUS University (#binus-university)
✨ challenge seskam cavis the explorer 2021 ✨
Selamat datang di challenge seskam dari kita! Ya, challenge ini bukan dari saya, tapi kita. Soalnya, gw juga bakal ditemani oleh para robot yang setia menemani saat masa-masa sibuk, makanya kita. Plus, di HIMTI jangan lupa bahwa kita One Family One Goal, tepat dengan password yang dipakai untuk ngakses blog post ini. Nah, kalau begini kan (bikin script, mainan CI/CD) gw ga usah pusingin kirimin email satu per satu ke kalian yang udah daftar HISHOT, TECHNO, HIMTI Election, dan bahkan COMPUTERUN. Apalagi pas acara TECHNO 2021 kemarin yang jumlah pesertanya melebihi angka 1000! Nah sedikit promosi kali ya, mereka juga punya akun medsos di IG, Twitter, dan GitHub. Kalau kalian mau follow, sabi banget. Tapi tennang, kalian ga harus follow mereka dulu untuk dapet koin dari gw. Challengenya Challenge dari kita sendiri cukup sederhana, yaitu tebak lagu. Yang udah pasti sih ini lagu cukup terkenal pada masanya, tapi sayangnya lagu ini ga pernah masuk chart lagu paling ngetren baik di Spotify, Apple Music, dan bahkan Billboard 500. Dan satu lagi, soal ini ditulis di dalam bahasa pemrograman C, jadi biar kalian ga kagok saat belajar COMP6047 - Algorithm and Programming nanti. Kodingan C ini nantinya bisa jadi referensi kamu untuk materi File Processing nanti. Bahkan di HIMTI sendiri kita sering pakai bahasa C dan Python untuk bikin script untuk benahin data peserta dan kirim e-certificate, lho! Link program C nya ada di https://awan.reinhart1010.id/nextcloud/index.php/s/midst6g9GbzWsLG, btw. Untuk meminimalisir potensi kecurangan antar kelompok seskam, setiap kelompok wajib untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan link soal yang diberikan di awal. Dan sesuai dengan peraturan Coin Grab SESKAM CAVIS THE EXPLORER, nilai dari koin kita bakal berkurang kalau semakin banyak kelompok yang berhasil nebak dan mendapatkan koin dari kita. Gimana cara jawabnya, kak? Sesuai dengan isi programnya, kalian harus membuat sebuah file teks (misal: lirik.txt atau testdata.in) yang berisi seluruh baris Mars HIMTI dengan aturan berikut: Tiap baris dipisah dengan spasi, bukan dengan newline alias ENTER,Kalian ga usah masukkin simbol apapun (seperti tanda titik atau koma)Kalian juga ga usah mikirin apakah mau nulisnya huruf besar atau kecil. Gampang kan? Kalau sudah nanti tinggal masukkin aja ke programnya, dan kalau benar dia bakal ngeluarin sebuah clue untuk ngejawab soalnya. Kalau sudah yakin nanti langsung aja pc gw via LINE (reinhart1010) atau Discord (reinhart1010#3583), dan jangan lupa buat: Kasih tau nama lagu dan alasannya, laluBukti isi teks file input dan hasil screenshot programnya. Ya sudah, itu aja sih challenge dari gw. Selamat mengerjakan!
✨ challenge seskam cavis the explorer 2021 ✨
Halo gais, selamat datang di challenge SESKAM: CAVIS THE EXPLORER 2021 yang kalian ga pernah duga! Karena yang kasih challenge kali ini bukan ko Reinhart sih, tapi gw, Shift. Maklum, dia juga sering sibuk ngurusin hal-hal lain apalagi berperan sebagai manajer dari Web Development Division HIMTI Alam Sutera dan Kemanggisan saat ini... Spill dikit: gambar koinnya kurang lebih juga begini kok :) Jadi, kali ini kita bakal tebak lagu daerah! Tapi bentar, kalau biasanya kalian dikasih emoji seperti 🥰🍔👑, kali ini soalnya ditulis dalam bahasa pemrograman yang kalian mulai pakai, C! Pertama-tama, kalian harus download dan buka program C nya di https://awan.reinhart1010.id/nextcloud/index.php/s/Gqpq5LG82icEFPj. Lalu... coba dijalanin dulu deh... Lah, kok begini? Untuk mendapatkan coin dari ko Reinhart kalian harus buat sebuah file text berisi lirik lagu Mars HIMTI. Lalu dimasukkin ke programnya. Kalau benar programnya bakal ngeluarin suatu clue buat jawab challengenya nih! Oh iya, buat file teksnya tolong perhatiin hal-hal-ini ya: Liriknya ga dipisah pakai newline atau ENTER, jadi semua bagian lirik ditulis di dalam satu baris yang sama (jangan lupa pake spasi kalau perlu).Kalian juga ga usah pake simbol-simbol seperti tanda titik (.) dan tanda koma (,), kecuali tanda sambung seperti "asal-usul".Kalian juga ga usah mikirin apa pakai huruf besar atau huruf kecil. Kalau gw sih, GW SUKA HURUF BESAR!!! Eh, gw ngegas ya? Kalau udah yakin jawabannya, gas aja contact ke ko Reinhart via Discord (reinhart1010#3583) atau LINE (reinhart1010) ya! Kasih tau nama lagu dan alasannya, laluBukti isi teks file input dan hasil screenshot programnya. Gampang kan? Kalau coin holder lain mintanya suruh bikin video TikTok dan lain-lain, kita kali ini soalnya yang berhubungan dengan materi kuliah kalian di COMP6047 - Algorithm and Programming. Oke, paling itu aja sih. Selamat mengerjakan! One Family, One Goal! Update 20/10/2021: Untuk meminimalisir potensi kecurangan antar kelompok seskam, setiap kelompok wajib untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan link soal yang diberikan di awal. Dan sesuai dengan peraturan Coin Grab SESKAM CAVIS THE EXPLORER, nilai dari koin kita bakal berkurang kalau semakin banyak kelompok yang berhasil nebak dan mendapatkan koin dari ko Reinhart. Terima kasih! Q: Soalnya susah, kak! Ya gimana lagi, Lu kan Anak IT... https://www.youtube.com/watch?v=jYT41vj5jZk
✨ challenge seskam cavis the explorer 2021 ✨
halo semua, kalian pasti nyari koin dari ko Reinhart kan? gw alterine, temennya si dia sih, kebetulan karena ko Reinhart sering sibuk ngurusin hal-hal lain sebagai manajer dari divisi Web Development HIMTI Alam Sutera dan Kemanggisan; btw jangan lupa buat follow IG && Twitter && GitHub gw, tapi kalau ga mau ya udah; kalian ga harus ngefollow gw dan kawan-kawan buat dapet koin dari Reinhart, kok; jadi gais, untuk challenge buat coin grab kali ini kita bakal main tebak lagu bahasa daerah! gampang kan? lagu di dalam soalnya bukan pakai Google Translate, bukan pake gambar/emoji, apalagi kalau nyaninya ngaco; tapi, soal lagu ini ditulis pakai bahasa pemrograman! waduh, gimana ya caranya? awalnya sih gw mau kasih soal dalam Python dan Java, tapi karena sebagian besar kalian baru aja megang COMP6047-Algorithm and Programming, ya sudah... kali ini gw bakal cuman kasih 1 soal pakai bahasa C; dan iya, kodingan C nya bakal sesuai dengan materi yang bakal kalian diajarin nanti, seperti cara buka tutup file teks dan sebagainya; untuk menjawab soal ini kalian harus masukkin seluruh isi Mars HIMTI ke dalam sebuah file teks, misalnya himti.txt atau testdata.in; untuk mastiin kalau hasil programnya benar dan konsisten antar kelompok, kalian juga harus perhatiin beberapa hal ini: liriknya ga dipisah pakai newline atau ENTER; jadi kalau misalnya kamu mau nulis bagian lirik di bawahnya, gas aja pencet tuh huruf spasi di keyboard kalian!ga usah pake simbol-simbol seperti tanda titik (.) dan tanda koma (,); tapi kalau mau pakai tanda sambung seperti "asal-usul" itu masih boleh ya!ga usah mikirin juga apa pakai huruf besar atau kecil; cuman sebaiknya sih kalian pilih antara semua huruf besar atau huruf kecil;pastiin kamu hanya kasih satu tanda spasi antar kalimat; misalnya "teknik informatika" bukan "teknik informatika"; percaya deh, kalau isi filenya salah jawabannya bakal ngaco kayak /dev/urandom! kalau udah berhasil, programnya akan nge-printf() sebuah clue untuk menebak lagu daerah yang dimaksud; kalian harus kasih tau jawabannya ke ko Reinhart via Discord (reinhart1010#3583) atau LINE (reinhart1010); kalau kita sih lebih prefer Discord ya, soalnya kalau LINE takut bentrok sama urusan kuliah dan lain-lain; oh iya, sama satu lagi, untuk mendapatkan koin dari ko Reinhart kalian harus: kasih tau nama lagu plus alasan kenapa kalian nebaknya itu, &&bukti isi teks file input && hasil screenshot programnya kalau kalian ngebocorin jawabannya ke kelompok sebelah, konsekuensi ditanggung kalian ya! karena sesuai dengan peraturan Coin Grab SESKAM HIMTI 2021 nilai koin dari kita bakal berkurang kalau semakin banyak kelompok yang berhasil menjawab tantangan && mendapatkan koin; tapi, kalau kita ngerasa challenge ini terlalu mudah buat kalian, kemungkinan besar kita bakal kasih soal yang lebih menantang biar kelompok yang berhasil dapat lebih banyak poin daripada yang lainnya; ya udah, itu aja sih; eh gw belum kasih programnya ya? link program bahasa C: https://awan.reinhart1010.id/nextcloud/index.php/s/MAkdKEyFqdca7fn selamat mencoba kawan-kawan! #include<OFOG.h> update 20/10/2021: untuk meminimalisir potensi kecurangan antar kelompok seskam, setiap kelompok wajib untuk menjawab pertanyaan sesuai dengan link soal yang diberikan di awal; && sesuai dengan peraturan Coin Grab SESKAM CAVIS THE EXPLORER, nilai dari koin kita bakal berkurang kalau semakin banyak kelompok yang berhasil nebak && mendapatkan koin dari ko Reinhart; return 0!
BINUSMAYA Praktikum is finally fine.
bluejack.binus.ac.id is finally accessible on iOS and macOS!
A Let's Encrypt issue broke BINUSMAYA Praktikum (bluejack.binus.ac.id)

Emergency Update: I have a mental breakdown.
In the recent days I am experiencing a mental breakdown, and good thing that now I'm starting to feel better. But first thing first, I would like to apologize to many of my colleagues working on important projects such as TECHNO 2021, HIMTI KIT, COMPUTERUN 2.0 and others. And also to MAT students and lecturers for not attending the first session of "Wearable Technology" course (MOBI6057). I have acknowledged that this has negatively impacted not just me, but others as well. Some TECHNO 2021 participants have been asking if the all-new HIMTI KIT has been available to be downloaded, and at the time of this writing I'm still not yet releasing it due to some technical difficulties. The same thing happens with COMPUTERUN 2.0 which will open their registration on this early October. No, it's not all your fault. This breakdown is not just caused by working for these projects, but also by a bunch of other factors. First, after trying to apply for the second wave, limited onsite class application to BINUS University, I've been deeply hurt by the rejection they gave to me. This means that you'll never, never be able to see me physically again after February 2020. If I'm going to campus, it will be likely me discussing privately on important things such as thesis and so on. After that it's time to go to somewhere else, or go home. Or, when I'm finished my Bachelor degree, it's time to work again. And that means it would be more challenging for you to meet me again just like the days of the college. "Too much coding," I know right? Looking back at my plans for mid-2021, I just realized that yes, I still haven't stopped coding yet despite switching projects and languages, but I still need to code for other critical projects at least for the next 2 months. Not to mention those stress gathered on reading documentations and fixing bugs, which contributes greatly into this breakdown. I might be considering to temporarily retire from all of these coding madness which I've done tirelessly and endlessly since mid-2019. But again, I still need to finish out those projects and university courses which again, requires me to code. My current progress so far... There are times that I need to entertain myself for situations like this, like figuring out to make Zoom virtual backgrounds work the other way. Showcasing this hack into this blog and social media, at least, relieves my stress while working on resolving these issues. Speaking of HIMTI KIT, I've delegated this task to other members of HIMTI BINUS University Web Development Division (Alam Sutera and Kemanggisan campus regions). It's a good opportunity for them to learn about PHP and databases before I retire, though. And finally, for COMPUTERUN 2.0: EXECUTE, I'm working out for a backup plan to make the website and registration mechanism at least ready to be released for the first time. After that, the site will be regularly updated to include changes and new features. I've done this same trick for the last year's COMPUTERUN 2020: INSIGHT website, though. So been there, done that :) By the way, don't forget to follow COMPUTERUN's official social media accounts since there is a surprise for you: COMPUTERUN 2.0 will be our first event to be held internationally. Yes, INTERNATIONALLY! Future Plans During the course of October 1-3 I'll be solely focusing for HIMTI KIT and COMPUTERUN 2.0, while preparing to continue for other projects. I will still be delegating some tasks to others, so I don't need to work for this entirety. Not to mention my other plans on contributing for Hacktoberfest 2021, but there's still a plenty of time for that. And sure, some of you might want to give me a hug, but currently impossible due to COVID-19 restrictions. I just want to give a teaser for you: reinhart.exe is coming. Prepare to run and hug unto me. It wouldn't be scary as you might thought, but, I've been working as a tech enthusiast and software engineer this far, to the point that I might be busy when you asked me about things. The solution? Due to technical difficulties in creating a cyborg account, I decided converting myself into a computer software which you can run independently (self-hosted). The first release will be completely amazing, celebrating my 20th birthday, too! That's all for now, and I'll need to get back to work. So, thanks for understanding!
Ancaman Perkembangan Teknologi terhadap Keutuhan Pancasila dan Apa yang Harus Dilakukan untuk Menghadapinya
Pembukaan Pada tahun 2015, sebuah survei memperlihatkan bahwa masyarakat beberapa negara termasuk Indonesia beranggapan lebih banyak menggunakan “Facebook” daripada “Internet”. Meskipun Facebook sendiri merupakan suatu layanan berbasis Internet, adapun juga masyarakat yang beranggapan bahwa “Facebook adalah Internet”. (Sumber: https://qz.com/333313/milliions-of-facebook-users-have-no-idea-theyre-using-the-internet/). Survei tersebut dilakukan oleh Geopoll di Amerika Serikat, Brazil, Nigeria, Indonesia, dan India. Pernyataan tersebut sempat menggemparkan dunia, termasuk organisasi-organisasi internasional yang berkecimpung dalam TIK, internet, dan privasi digital, termasuk Mozilla (Sumber: https://internethealthreport.org/v01/web-literacy/) dan Electronic Frontier Foundation / EFF (Sumber: https://www.eff.org/deeplinks/2014/07/net-neutrality-and-global-digital-divide). Salah satu alasan jelas dari kegemparan tersebut adalah rasa takut akan Facebook untuk mendominasi dunia melalui internet beserta layanannya. Pertanyaannya, siapa yang tidak takut dalam pernyataan tersebut? Pastinya sebagian besar masyarakat Indonesia yang masih mementingkan hal-hal lain seperti harga pangan, politik, media sosial, sinetron, infotainemnt,dan upah minimum pekerja (UMP). Bahkan, Indonesia sendiri sudah menjadi salah satu negara dengan pengguna media sosial aktif terbanyak di dunia. Kasus-kasus seperti di atas telah memengaruhi pengambilan kebijakan Internet dunia dengan dua arah yang berbeda. Ada negara-negara yang pemerintahannya berusaha untuk memengaruhi akses dan penggunaan Internet (seperti Inggris, Tiongkok, India, dan Amerika Serikat), dan adapun juga negara-negara yang mengedepankan hak dan kebebasan digital masyarakat dari sesama pengguna, perusahaan-perusahaan, dan bahkan pemerintah (seperti Uni Eropa). Menurut saya, kedua hal ini sangat berdasar terhadap kedua ideologi luar negeri yang dominan, yakni sosialisme-kapitalisme serta liberalisme. Topik di atas pernah didiskusikan oleh kelompok saya (Kelompok 3) pada pertemuan-pertemuan awal. Namun sayangnya, contoh-contoh konkrit yang membuktikan bahwa masalah globalisasi dan paham-paham yang saling memengaruhi perkembangan Internet dunia belum sempat dijelaskan sehingga potensi risiko yang akan terjadi belum dapat dipahami dengan baik. Kontroversi “Web 3.0” Salah satu contoh yang bisa saya ambil adalah soal pengembangan teknologi yang disebut “Web 3.0”. Dalam sejarah perkembangan Internet, “Web 1.0” dikatakan sebagai era di mana Internet mulai digunakan sebagai alat penyebaran informasi yang bersifat statik. Salah satu contoh dari hal tersebut adalah dokumentasi dan arsip yang dipublikasikan secara daring (online), seperti laman web yang diluncurkan pertama kali di dunia (yaitu http://info.cern.ch/hypertext/WWW/TheProject.html). Sedangkan, “Web 2.0” lebih mengacu terhadap era perkembangan interaksi antara Internet dengan para pengguna di mana input dan pengelolaan data dijadikan pengendali terhadap konten-konten yang ditampilkan. Beberapa contoh konkrit dari pengembangan tersebut adalah adanya mesin pencari seperti Google serta berbagai media sosial yang memungkinkan pengguna untuk mendaftar dan berinteraksi di dalam situs tersebut. Pada tahun 2001, Tim Berners-Lee (penemu World Wide Web) beserta rekan-rekannya mulai menjabarkan tentang “Web 3.0”. Pada awalnya, “Web 3.0” menekankan paradigma-paradigma baru seperti “Web Semantik” (Web yang kontennya dapat dipahami dengan mesin) dan kecerdasan buatan. Namun, seiring perkembangan waktu pemahaman ini mulai diartikan oleh beberapa pihak menjadi “Web Terdesentralisasi” yang mengacu terhadap pengoperasian layanan-layanan Internet yang terpecah menjadi layanan-layanan baru yang saling berhubungan satu sama lainnya. Jika kita lihat di atas, pemahaman “Web 3.0” sendiri sudah terpecah menjadi dua, di mana kedua hal tersebut dapat saja bertentangan dengan nilai-nilai moral Pancasila. Versi 1: “World Wide Web” berbasis Data Semantik dan Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence / AI) Pertama, terkait “Web Semantik” dan kecerdasan buatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, “semantik” diartikan sebagai suatu bagian struktur bahasa yang berhubungan dengan makna ungkapan atau struktur makna suatu wicara. Dalam konteks informasi digital, kata ini juga mengacu terhadap data atau informasi yang berhubungan satu sama lain. Untuk memahami cara Web (dan data) semantik ini bekerja, saya akan memberikan sebuah contoh berikut. Data seorang teroris dapat terhubung dengan nomor dan negara paspor, NIK negara asal, database riwayat kriminal, foto-foto bukti kejahatan, nomor telepon, surel, rekening bank, bahkan alamat rumah orang tersebut. Dengan memanfaatkan hubungan-hubungan dalam informasi tersebut, mesin pencari ke depannya dapat saja menghasilkan nama teroris dalam pencarian kompleks seperti “pelaku pembunuhan berencana yang terjadi di Jakarta pada tanggal 18 September 2019 yang divonis 15 tahun penjara”. Hubungan-hubungan tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, membangun integritas pada suatu data atau informasi, seperti “apakah X terbukti bersalah?” dan “apakah X warga negara asing?”. Penggunaan Web dan data semantik dapat juga dilihat dalam penerapan nilai kredit sosial di Republik Rakyat Cina, di mana data setiap warga negara dicatat, diinventarisasikan dan dikalkulasikan. (Sumber: https://time.com/collection/davos-2019/5502592/china-social-credit-score/) Data tersebut dapat berupa akun media sosial, riwayat pendidikan, rekening bank, kepemilikan aset, perpajakan, catatan pelanggaran, investasi, dan lain-lain. Sedangkan, nilai kredit sosial tersebut akan digunakan untuk kepentingan hukum dan penerimaan sosial seperti “kelayakan” seseorang untuk mengajukan kredit pada bank, dan “kelayakan” seseorang untuk dihargai lebih seperti penggunaan fasilitas eksklusif. Jika sistem serupa direncanakan untuk diimplementasikan di Indonesia, saya khawatir akan terjadinya Orde Baru kedua yang kali ini menggunakan data, bukan hanya Pancasila, sebagai “tameng” pemerintah dalam menjalankan perpolitikannya. Mengingat pada zaman tersebut kegiatan-kegiatan yang mengakibatkan oposisi pemerintahan seperti keterbukaan pers dibatasi, kebebasan rakyat pun suatu saat juga akan kembali dibatasi oleh peraturan-peraturan baru (yang tidak sehat) serta algoritma-algoritma komputer (yang tidak sempurna) yang bukan hanya menentukan nilai kredit sosial seseorang, namun juga dapat menggantikan tugas peradian di Indonesia dalam menyelesaikan kasus-kasus hukum secara menyeluruh. Versi 2: Web Terdesentralisasi Kemudian, adapun juga “Web Terdesentralisasi”, yang khususnya dilontarkan dan diusahakan oleh pihak-pihak yang mengedepankan liberalisme. (Sumber: https://www.forbes.com/sites/juttasteiner/2018/10/26/what-the-heck-is-web-3-0-anyway/#331b6bba6614) Bagi masyarakat Indonesia, kata “desentralisasi” tidaklah awam mengingat sistem pemerintah Indonesia yang menekankan otonomi daerah yang terdesentralisasi dan juga berfungsi sebagai tugas pembanutan pemerintah pusat. Dalam dunia jaringan komputer, kata “desentralisasi” mengacu pada serangkaian jaringan komputer yang aktivitasnya berpusat pada sekelompok “server” yang terpisah namun dapat berhubungan antara satu dengan lainnya. Adapun juga contoh penerapan jaringan ini, salah satunya Bitcoin yang telah memberi dampak positif terhadap pengembangan dan penerapan teknologi Blockchain dan mata uang kripto lainnya. Sistem surel (email) juga dapat diklasifikasikan dalam Web Terdesentralisasi, mengingat bahwa jumlah “server” surel sangat banyak dan para pengguna hanya perlu mendaftarkan diri pada salah satu “server” untul berkomunikasi ke seluruh pengguna surel di dunia. Namun, saya merasakan ada berbagai kejanggalan dalam penjelasan, penekanan, serta pemasaran Web Terdesentralisasi saat ini. Pertama, adanya unsur kebencian atas (oligopoli Internet dan data pengguna Internet seluruh dunia yang dilakukan oleh) “korporasi besar” yang mengacu kepada perusahaan-perusahaan seperti Facebook dan Google. Beberapa pihak telah berupaya membuat pengganti layanan-layanan Internet saat ini dengan membuat spesifikasi protokol Internet baru, di antaranya ActivityPub (World Wide Web Consortium / W3C) dan Matrix.org yang memungkinkan aktivitas media sosial dan pesan singkat yang dapat dilakukan lintas-layanan dan lintas-situs layaknya pengiriman surel. Web Terdesentralisasi diharapkan memberikan pengguna Internet kebebasan lebih luas dalam mendaftar, berinteraksi, serta mengontrol data pribadi mereka dalam layanan-layanan Internet. Namun, hal ini tentu saja dapat menentang perekonomian digital di Indonesia. Saat ini, lima dari kelima perusahaan “unicorn” dan “super-app” asal Indonesia (Gojek, Tokopedia, Traveloka, Bukalapak, OVO) sama-sama bersaing agar menjadi pusat dari setiap kegiatan digital masyarakat Indonesia. Berarti, jika “pusat” kegiatan terebut mulai terpecah-belah, visi kelima perusahaan tersebut dapat hangus dengan seketika, yang sekaligus dapat memengaruhi iklim investasi ekonomi digital di Indonesia. Web Terdesentalisasi juga dapat memberikan kebebasan terhadap penyampaian informasi dan paham-paham yang dapat saja melunturkan nilai-nilai Pancasila. Salah satu contoh yang bisa saya ambil adalah layanan pesan singkat Telegram, yang meskipun belum sepenuhnya terdesentralisasi, sama-sama mengedepankan privasi digital bersama layanan terdesentralisasi lainnya sehingga secara tidak langsung memberi kebebasan untuk para teroris untuk menyebarkan paham serta merekrut anggota-angota baru. Hal ini juga didukung oleh beberapa layanan dan protokol Web Terdesentralisasi yang secara khusus dirancang untuk menentang perpolitikan dan kebijakan pemerintah-pemerintah negara dalam mengatur Internet. Salah satu contoh dari hal tersebut adalah protokol IPFS (InterPlanetary File System) yang berupa bertujuan untuk membangun dan menyimpan konten Internet secara terdesentralisasi (peer-to-peer) dan permanen sehingga tidak dapat disensor/diblokir pihak tertentu seperti pemerintah. (Sumber: https://docs.ipfs.io/introduction/overview/) Adapun juga proyek-proyek Web Terdesentralisasi yang menyangkut kewarganegaraan dan hukum. Salah satu dari penerapan hal tersebut adalah proyek Bitnation yang menggunakan teknologi Blockchain dan Ethereum (salah satu mata uang kripto) untuk memungkinkan pengguna untuk membuat dan menjadi warga dari “Negara Terdesentralisasi yang Tidak Memiliki Batasan Wilayah Geografis dan Diselenggarakan secara Sukarela”*. (Sumber: https://tse.bitnation.co/) Mengingat bahwa dalam pembentukan sebuah negara diperlukan rakyat, wilayah geografis, dan pemerintahan yang berdaulat, proyek tersebut secara khusus memfasilitasi pendaftaran kewarganegaraan, wilayah, dan pemerintahan “negara virtual” yang dapat menjadi kenyataan dalam masa yang mendatang. Salah satu makalah resmi menyatakan, proyek ini diharapkan untuk membangun dunia “Pemerintahan 2.0” di mana negara dan pemerintahan akan diselenggarakan tanpa definisi dan batasan wilayah apapun. (Sumber: https://docs.google.com/document/d/1r_VqWrKQw07E06XAtMv_cZnFyBZma4PFTBJpM5GuzbA/edit) Dengan demikian, jika proyek Bitnation sukses, keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia bisa saja hancur jika rakyat tidak merasa kebijakan pemerintah serta pengelolaan sumber daya Indonesia tidak dilakukan dengan sebaik-baiknya. *Kalimat tersebut merupakan penerjemahan Bahasa Inggris dari “Decentralised Borderless Voluntary Nation”, istilah resmi yang digunakan oleh Bitnation. Apa yang harus dilakukan Indonesia untuk menghadap kedua kasus tersebut? Jadi, bagaimana cara Indonesia untuk menyelesaikan masalah-masalah tersebut? Berdasarkan nilai-nilai pengamalan Pancasila sebagimana menurut ketetapan MPR no. I/MPR/2003, ada beberapa hal yang dapat dilakukan baik pemerintah maupun masyarakat. Pertama, politik luar negeri “Bebas-Aktif” perlu dijadikan dasar dalam merencanakan, mengimplementasikan, serta mengunakan teknologi Internet masa depan di Indonesia. Hal ini merupakan penerapan terhadap pengamalan sila ketiga “Persatuan Indonesia” yakni menempatkan kepentingan negara dan memelihara ketertiban dunia. Politik “Bebas-Aktif” itu sendiri memiliki makna: Indonesia bebas dalam menentukan sikap dan pilihan tanpa paksaan dan kehendak pihak luarIndonesia aktif berpartisipasi dalam menciptakan dan memelihara perdamaian dunia Sesuai dengan prinsip “World Wide Web”, Internet merupakan cerminan setiap belahan dunia yang memanfaatkannya. Sehingga, jika Indonesia menerapkan kebijakan Internet berdasarkan kebijakan-kebijakan dari luar negeri, saya juga mengibaratkannya seperti menggunakan produk impor dari negara tertentu. Kedua, pemerintah dan masyarakat dapat bepartisipasi dalam memberikan keterbukaan informasi melalui Web Semantik. Misalnya, dengan memetakan tempat-tempat usaha di Indonesia, berbagai informasi seperti pemerataan ekonomi, rantai penyediaan (supply chain), dan perpajakan dapat dicari secara cepat dan mudah. Informasi-informasi tersebut dapat berguna dalam analisis pembuatan keputusan/peraturan dan penanggulangan masalah yang dapat berdampak pada masyarakat. Hal tersebut merupakan penerapan sila kelima “Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia” melalui sikap gotong royong. Pemerintah sebaiknya waspada agar terhadap pemanfaatan data serta Big Data di Indonesia tidak berujung terhadap pemerasan dan pemaksaan kehendak. Contoh sistem kredit sosial di atas memang terbilang kontroversial, namun dapat saja memberikan dampak positif jika peraturan-peraturan yang berlaku tidak cacat secara hukum. Saya juga sepakat agar DPR segera membahas dan mengesahkan RUU Perlindungan Data dengan secepatnya, mengingat kasus-kasus kebocoran data yang sedang marak saat ini. Pemerintah dan masyarakat juga sebaiknya aktif berpartisipasi dalam pengembangan teknologi keamanan digital yang menjamin keamanan data pengguna beserta informasi negara yang bersifat rahasia. Tentunya, pemerintah saat ini sedang mengembangkan proyek-proyek digital di Indonesia, di antaranya program Gerakan 1000 Startup Digital Indonesia dan program Siberkreasi untuk mengembangkan literasi digital beserta pemanfaatannya. Masyarakat serta calon-calon perusahaan tersebut harus siap menerima perkembangan Internet ke depan, baik Web Semantik maupun Web Terdesentralisasi. Layanan-layanan Web Terdesentralisasi di Indonesia sebaiknya diselenggarakan dengan cara yang serupa dengan Otonomi Daerah. Tidak hanya terdesentralisasi, pusat-pusat layanan tersebut masih diatur melalui koordinasi sesama penyedia layanan di Indonesia. Hal ini tentu dapat bermanfaat bagi penegakan hukum serta penentuan kebijakan berdasarkan sila keempat “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Pemusyawaratan/Perwakilan”. Terakhir, sama halnya dengan hasil diskusi Kelompok 3 sebelumnya, pendidikan karakter, Pancasila, kewarganegaraan, serta teknologi informasi dan komunikasi sebaiknya dimuktahirkan secara berjangka. Contoh-contoh masalah penyebaran konten kontra-Pancasila sendiri seharusnya sudah disadari sebagai dampak negatif globalisasi yang sudah diajarkan sebelumnya. Pemuktahiran pendidikan tersebut sangat diperlukan agar masyarakat dapat mudah menangkal masalah-masalah AGHT (Ancaman, Gangguan, Hambatan, dan Tantangan) terhadap norma, demokrasi, dan Pancasila melalui teknologi informasi dan komunikasi baik saat ini maupun masa depan. Jika ditanya apakah lebih baik mempertahankan Pancasila daripada mempertahankan Indonesia, saya akan menjawab Pancasila karena telah mendahului pembentukan Indonesia. Sebelum kita menghadapi tantangan masa depan seperti proyek Bitnation, penerapan Pancasila di Indonesia bisa memberi dampak terhadap “Web 3.0” serta dunia TIK di masa mendatang. Dengan mengedepankan keberagaman dan persatuan, Semantisasi dan Desentralisasi Internet di dunia bisa dimanfaatkan Indonesia sebagai sarana penunjang demokrasi masyarakat yang berbasis gotong-royong, perdamaian, dan keadilan sosial. Demikian penjelasan dari saya. Terima kasih.